Pengertian “Membaca’ Menurut Al-Qur’an
Dalam
Al-Qur’an, ada tiga kosa-kata yang berarti “membaca”
1. Dalam
QS. Al-‘Alaq ayat 1 disebutkan
Yang
artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan (Al-‘Alaq : 1)
Dalam
ayat tersebut digunakan kata “ Iqro’ ” yang berasal dari kata ”
Qoroa ”, maka selanjutkan muncul kosa-kata ”Qiro-ah”
2. Dalam
QS. Ali ‘Imron ayat 164 dan QS Al-Jumu’ah ayat 2 disebutkan :
Yang
artinya “...yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah SWT”
Dalam
ayat tersebut digunakan kata Yatluu yang berasal dari kata Tala, maka selanjutkan muncul kosa kata
Tilawah.
3. Dalam
QS Al-Muzammil ayat 4 disebutkan bahwa :
Yang
artinya : “... dan bacalah Al-Qur’an itu
dengan perlahan-lahan”
Dalam
ayat tersebut digunakan kata “Rattil” yang
berasal dari kata “Rattala”, maka
selanjutnya muncul kosa kata “Tartiil”
Secara
umum ketiga kosa kata tersebut sama-sama diartikan dengan “membaca”. Memang tidak salah karena masing-masing bisa saling
menggantikan. Misalkan : disebutkan “Qira-ah”
biasanya tertuju pada bacaan Al-Qur’an dalam even-even tertentu; disebut “Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ)” artinya
lomba baca Al-Qur’an; disebut pula “Lembaga
At-Tartil” yang artinya lembaga pembelajaran baca Al-Qur’an. Namun apabila
dilihat pada kamus-kamus bahasa Arab dan kitab-kitab tafsir, niscaya akan
nampak dengan jelas bahwa ”Membaca” dalam bahasa Indonesia belum mewakili hakikat
makna qira-ah, tilawah, maupun arti
secara total. Oleh sebab itu, ketiga-tiganya harus dikaji secara lebih
terperinci agar dapat dipahami maksudnya secara utuh.
A. Qira-ah
Makna
aslinya Jama’ah (menyatukan), yaitu
menyatukan huruf atau kalimatyang satu dengan yang lainnya dalam suatu bacaan. Qira-ah sebagai kata dasar, maknanya
sebagai berikut :
Ø Tafahhum
yang artinya pemahaman
Ø Diraasah
yang artinya pembelajaran
Ø Tafaqquh
yang artinya pendalaman, dan
Ø Tahfidh
yang atinya menghafal, persamaan dengan Jam’un (penyatuan) dan Dlommuna
(pengumpulan)
Apabila
“tiga makna yang pertama” tersebut dirangkaikan, maka pengertian Qira-ah bukan sekedar membaca, akan
tetapi meliputi pemahaman, pembelajaran dan pendalaman terhadap apa yang
dibaca.
Yang
ke empat yaitu “Tahfiidun = hafalan” yang berarti sudah mencapai tahap
pengumpulan terhadap semua apa yang dibaca.
Dengan
demikian pengertian Qira-ah lebih
menekankan pada membaca secara intelektual. Kata Iqra’ dalam QS Al’Alaq ayat
1, yang diartikan dengan “bacalah”,
tidak mengharuskan adanya teks tertulis sebagai obyek baca, dan tidak pula
harus diucapkan sampai terdengar oleh orang lain. Sebab dalam kamus bahasa
Arab, kata Qira-ah memiliki beberapa
arti yaitu: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti dan mengetahui
ciri-ciri sesuatu, yang semuanya bermuara pada salah satu, atinya juga yaitu
“menghimpun”.
B.
Tilawah
Asal
mula makna tilawah adalah tabi’a atau ittaba’ah (mengikuti), artinya mengikuti Al-Qur’an secara langsung,
baik membaca secar intelektual ataupun mengamalkan isi kandungannya (ittiba’).
Mengikuti itu bisa secara fisik dan bisa
juga secara hukum.
Singkat
kata tilawah dapat diartikan dengan
membaca yang bersifat spiritual, atau aktifitas membaca yang disertai dengan
kemauan untuk mengikuti apa yang dibaca dengan penuh ketaatan dan pengagungan.
Tilawah
itu ada 2 macam sebagai berikut :
1. Tilawah Hukmiyah,
yaitu membenarkan segal informasi Al-Qur’an dan menerapkan segala ketetapan
hukumnya dengan cara menunaikan perintah-perintahnya serta menjauhi segala
larangannya.
2. Tilawah Lafdhiyah, yaitu
membaca Al-Qur’an secara tekstual. Inilah yang dijelaskan keutamaannya oleh
Rasulullah SAW dalam hadits Bukhari berikut ini :
Yang artinya “sebaik-baik kalian adalah orang yang
mempelajari Al-Qr’an dan yang mengajarkannya”
Dari
sini kita bisa melihat dengan jelas bahwa pengertian tilawah itu meliputi praktik “membaca” secara verbal, intelektual,
maupun fisik dalam rangka mengikuti dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an.
Dengan kata lain, pengertian tilawah tidak hanya melafalkan huruf-huruf Al-Qur’an
secara lisan saja, dan tidak pula hanya menyerap atau menganalisa informasi
yang tersajikan di dalamnya sebagai wacana intelektual yang bersifat kognitif
(keilmuan) belaka, tetapi juga harus sekaligus diikuti dengan aplikasi secara
nyata dengan iman dan amal.
C.
Tartil
Arti
dasar tartil adalah terintegrasi dan
tersistem secara konsisten, yakni melepaskan kata-kata dari mulut secara baik,
teratur dan konsisten. Titik tekannya terletak pada pengucapan secara lisan, atau
pembacaan secara verbal dan bersuara. Terjemahan bahasa Inggrisnya yang tepat
adalah “to recite” (mengucapkan, melafalkan dengan lisan), atau “slow
recitation” (membaca dengan bersuara secara berlahan-lahan).
Secara
teknis, tartil berkaitan erat dengan penerapan-penerapan kaidah-kaidah ilmu
tajwid. Dalam kitab “At-tibyan fi Adabi Hamalatil-Qur’an” karya imam An-Nawawi
pada halaman 45-46 disebutkan bahwa para ulama sepakat tentang dianjurkannya tartil berdasarkan Firman Allah SWT “wa
rattilil Qur’aana Taertiila” (Bacalah Al-Qur’an dengan tartil yang sempurna).
Sebuah
Hadits yang bersumber dai Ummu Salamah r.a. mengungkapkan sifat bacaan
Al-Qur’an yang diterapkan oleh Rasulullah SAW, yaitu qira’ah muffassirah
(bacaan yang disertai penafsiran) dan harfan-harfan
(huruf demi huruf). (HR. Abu Dawud, At-Turmidzi, dan An-Nasai; menurut
At-Tirmidzi hadits ini adalah Hasan dan Shahih).
Para
ulama menyatakan bahwa tartil dianjurkan untuk proses tadabbur (perenungan
terhadap makna). Dinyatakan pula bahwa tartil
sangat dianjurkan terutama bagi orang-orang ‘Ajam (non-arab) yang tidak
memahami makna ayat demi ayat dalam Al-Qur’an, sehingga dengan tartil bisa
dihadapkan lebih mendekatkan kepadasikap pengagungan dan menghormatan terhadap
Al-Qur’an, serta menjadikan lebih kuat pengaruhnya terhadap hati. Karena itu
pengertian tartil yang dianjurkan
dalam QS Al-Muzammil ayat 3 adalam membaca Al-Qur’an dengan bersuara,
perlahan-lahan dan memenuhi semua kaidah ilmu Tajwid. Secara khusus dianjurkan
agar tartil dilakukan dlam sholat
dan qiyamul lail. Dari sini diharapkan adanya kesan dalam jiwa pembacanya
sebagaimana dijelaskan dalam rangkaian ayat-ayat dalam QS Al-Muzammila itu
sendiri.
Terima
kasih telah berkunjung di blog kami, silahkan tinggalkan komentar anda untuk
menilai keterangan yang kami sampaikan 😊
1 Comments
Alhamdulillah sedikit mengerti
ReplyDelete