PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM PUASA RAMADHAN
Definisi puasa ramadhan adalah suatu amalan
yang dilakukan dengan menahan diri dari segala sesuatu makan, minum, perbuatan
buruk maupun dari yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya matahari sampai
tembenamnya matahari /adzan maghrib.
Salah satu bentuk Ibadah wajib dalam islam
adalah puasa, yang dalam bahasa Arab disebut “Shoum” atau “shiyam”, yakni
menahan diri. Dalam kitab-kitab fiqih, puasa didefinisikan sebagai berikut :
Artinya: “Menahan makan, minum dan bersetubuh,
mulai dari fajar hingga maghrib (terbenam matahari) karena mengharap ridlo
Allah SWT dan untuk menyiapkan diri bertaqwa kepada Allah SWT dengan jalan
mendekatkan diri dan mendidik (mengarahkan) kehendak”
Puasa tidak hanya diwajibkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan ummatnya, namun juga juga diwajibkan kepada para nabi
sebelumnya dan juga kepada ummatnya. Oleh karena itu syariat puasa juga menjadi
syariat para Nabi dan ummat-ummat terdahulu. Hanya saja dalam dalam
pelaksanaannya terdapat perbedaan-perbedaan di dalamnya.
Firman Alla SWT dalam Q.S. AL-Baqarah 183
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah 183).
Kapan puasa Ramadhan mulai disyariatkan/diwajibkan
oleh Allah SWT ? jawabannya pada tanggal 10 Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah.
Kewajiban melakukan ibadah puasa ramadhan
berlaku bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan yang mukallaf
artinya yang sudah baligh/dewasa dan berakal sehat (aqil). Akan tetapi ada
beberapa orang yang mendapat dispensasi/keringanan boleh tidak melakukan puasa
ramadhan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Bagi orang yang sedang sakit dan
orang yang sedang dalam perjalanan/bepergian diperbolehkan tidak berpuasa
selama sakit atau selama bepergian dan wajib qadlo’ atau mengganti puasa
sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain selain hari tasyrik.
Dasar hukumnya dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 184
Artinya: “barang siapa
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia tidak berpuasa), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain”
(Q.S. Al-Baqarah 184)
Dalam istilah bepergian itu
ada ketentuan jaraknya agar dapat meninggalkan puasa Ramadhan
b.
Bagi orang yang kondisi badannya
lemah dan menjadikan ia mengalami kesulitan yang sangat berat jika berpuasa,
baik karena usia lanjut atau penyakit yang tidak ada harapan akan sembuh,
diperbolehkan tidak berpuasa dan tidak wajib qodlo’, akan tetapi wajib membyar
fidyah atau memberi makan orang miskin. Dasar hukumnya dalam Al-Qur’an
Firman Allah SWT (Q.S.
Al-Baqarah 184)
Artinya:”dan wajib bagi
irang-orang yang berat menjalankannya (jika tidak berpuasa) membayar fidyah,
yaitu memberi makan seorang miskin” (Q.S Al-Baqarah 184)
c.
Bagi perempuan yang sedang dalam
keadaan haid/menstruasi dan nifas, dilarang/haram jika berpuasa dan wajib di
qodlo’. Pemberian keringanan tersebut bisa dimaklumi, karena secara fisik
keduanya (haid dan niafas) itu sama-sama mengalami gangguan. Fisik keduanya
cenderung melemah bahkan tidak jarang disertai keluhan berupa rasa sakit dan
mual. Dasar hukumnya dalam hadits Nabi
Sabdah Nabi Muhammad SAW
Artinya: “kami kaum
perempuan yang sedang datang bulan (menstruasi) pada zaman Rasulullah SAW
diperintahkan untuk mengqodlo’ (mengganti) puasa dan tidak diperintahkan
mengqadlo’ sholat” H.R. Bukhori Muslim dari Aisyah).
d.
Permpuan yang sedang hamil dan
menyusui (murdli’) boleh tidak melakukan puasa, karena apabila terus berpuasa
malah mambahayakan diri sendiri atau anaknya. Perempuan yang sedang mengandung
dan menyusui membutuhkan gizi yang cukup. Kekurangan makanan dan minuman selama
berpuasa dapat mengurangi kadar gizi atau air susu ibu yang dibutuhkan dan akan
membawa akibat kurang baik bagi pertumbuhan janin atau anaknya. Bagi perempuan
hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa, tetapi wajib mengqodlo’, demikian itu
apabila alasan tidak berpuasa karena mengkhawatikan dirinya dan anaknya. Akan
tetapi jika berbukanya itu karena mengkhawatirkan janinnya atau anakanya saja,
maka selain mengqodlo’ juga harus membayar fidyah atau memberi makan fakir
miskin setiap hari 3/4 liter beras selama banyaknya hari yang ditinggalkan
e.
Para pekerja berat yang
menyebabkan ia tidak kuat untuk berpuasa, boleh berbuka dengan catatan sebagai
berikut :
Ø Bahawa apa yang dikerjakan adalah pekerjaan yang sangat berat sehingga
puasa akan mengancam kelangsungan fungsi-fungsi tubuhnya
Ø Bahwa kerja berat itu diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup pada
hari itu, sehingga tidak bisa ditinggalkan sama sekali
Ø Bahwa pekerjaan berat itu tidak bisa dilakukan diluar waktu puasa.
Dengan ketiga
catatan tersebut, para pekerja berat tetap berkewajiban berpuasa hanya saja ia
boleh berbuka atau tidak berpuasa apabila memang kondisinya mengharuskan
demikian. Artinya setiap hari di bulan Ramadhan ia harus niat dan berpuasa
sampai kondisinya menuntut untuk berbuka atau membatalkannya. Sudah barang
tentu terhadap puasa yang dibatalkannya itu diberlakukan kewajiban
menggantikannya atau mengqodlo’nya di hari lainnya.
Baca Juga :
1 Comments
Alhamdulillah
ReplyDelete