SUMBER HUKUM ISLAM YANG KE TIGA DAN KE EMPAT


SUMBER HUKUM ISLAM YANG KE TIGA DAN KE EMPAT

A.    IJMA’

Ijma’yaitu kesepakatan para ulama mujtahid mengenai suatu hukum,ijma’baru dapat dipergunakan sebagai dalil terhadap suatu masalah sesudah ternyata tidak ditemukan nash Al-Quran Al Hadits.


Ijma’ ada beberapa macam, antara lain:
a)     Ijma’shorih,yaitu kesepakatan seluruh ulama mujtahid mengenai suatu hukum yng dilakukan melalui lisan,tulisan,fatwa atau qodo’(putusan pengadilan). Ijma’ shorih dinamakan juga ijma’qauli,ijma’bayani atau ijma’qoth’i.
b)     Ijma’sukuti atau ijma’dhonni yaitu ijma’ yang diperoses dengan berdiam diri, maksudnya sebagian ulama’ mujtahid menetapkan suatu hukum, sedangkan mujtahid yang lain diam dan tidak mengeluarkan fatwa baik membenarkan atau menentangnya. Ijma’ sukuti juga dapat disebut dengan ijma’ dhonni atau ittibary yaitu ijma’ berdasarkan anggapan, karena ulama mujtahid yang tidak mengemukakan pendapat atau fatwa dianggap sependapat tentang hukum yang ditetapkan oleh ulama mujtahid lainnya.

Disamping kedua macam tersebut, masih ada jenis ijma’ lainnya yaitu ijma’ shohaby (ijma’ yang terjadi diantara para mujtahid sahabat Nabi), Ijma’ khalifah empat, ijma’ Abu Bakar As-Shiddiq, Ijma’ Ulama Madinah, Ijma’ Ulama Kufah dan Basrah dan Ijma’ Ahli Bait.

B.    QIYAS

Qiyas adalah menyamakan suatu masalah yang belum  diektahui hukumnya dengan  masalah lain yang sudah diketahui hukumnya, karena diantaranya terdapat persamaan “Illat” yang menjadi dasar penentu hukum. Contoh; menyamakan hukum nabidz (sari buah yang memabukkan) dengan khamr karena keduanya mempunyai persamaan, yaitu sama-sama memabukkan. Karena minum khamr hukumnya haram, maka minum nabidz pun juga hukumnya haram karena ada persamaan illat yaitu memabukkan.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam mengiyaskan suatu hukum harus diperlihatkan empat hal, yaitu :

1.     Asal yaitu sesuatu yang sudah ada nash hukumnya dan dimaksudkan untuk diukur (maqis alaihi) atau tempat menyerupakan (Al-Musyabbahbin) contohnya khamr.
2.     Far’un adalah sesuatu yang belum diketahui hukumnya dan dimaksudkan untuk diukur (maqis) atau diserupakan (Al-Musyabbah) dengan hukum asal.dalam contoh diatas adalah’’nabidz’’
3.     Hukum asal yaitu syara’yang terdapat pada asal dan dimaksudkan menjadi hukum bagi far’un.Dalam contoh diatas adalah’’haram’’.
4.     Illat yaitu sebab yang menggabungkan atau menghubungkan antara asal(pokok)dengan far’un(cabang).dengan kata lain,ilat Merupakan sifat atau keadaan yng melandasi hukum asal dan karena sifat atau keadaan itu ada para far’un, maka menyebabkan persamaan hukum nya. Dalam contoh diatas adalah memabukkan.
Qiyas ada enam macam yaitu:
1.     Qias Aulawi : jika ilat yang terdapat pada maqis(far’un) lebih utama dari pada yang ada pada maqis alaih(asal);
2.     Qiyas Musawi: apabila ilat yng terdapat pada maqis,sama dengan yang terdapat pada maqis alaih (asal);
3.     Qiyas Dallah: Qiyas dimana ilat tidak di sebutkan, tetapi hanya menyebutkan hal hal yng menunjukan adanya illat;
4.     Qiyas Syabah: Qiyas dimana far’un dapat disamakan dengan dua asal;
5.     Qiyas Jali: Qiyas dimana illat yang dipergunakan berdasarkan dalil qoth’i;
6.     Qiyas Khafi: jika illat yang terdapat pada qiyas berdasarkan dalil yang mungkin dapat menjadi illat atau tidak mungkin

Selain keempat sumber dasar tersebut,imam hanafi menambahkan satu sumber lagi yaitu’’Istihsan’’yaitu berarti kebaikan umum, sedang imam malik menambahkan dengn ‘’Maslahatul Mursalah’’ artinya kemaslahatan mutlak.



Post a Comment

0 Comments